Oleh: Wandi, S.Hum
Sebelum
jauh melangkah saya mencoba mengartikan apa sebenarnya pluralisme itu, begini
kira-kira bunyinya, pluralisme adalah sebuah sikap yang mengakui dan menghargai
keadaan yang plural secara etis, kebudayaan dan keagamaan tertentu, maka sikap
ini harus ditumbuhkembangkan pada diri generasi muda (Noer dalam Sumartana,
2011:239).
Telah
banyak gagasan mengenai konsep pluralisme yang ditawarkan oleh pemikir-pemikir
Islam terkemuka kita ambil contoh Syamsul Ma’arif dalam bukunya Pendidikan
Pluralisme di Indonesia dan beliau adalah tokoh Muhammadiyah, ada juga tokoh NU
seperti Gusdur. Disini saya lebih menekankan antara konsep toleransi kita
sendiri yang sama-sama beragama bagaimana kita saling terbuka, saling memahami
dan lebih pentingnya saling menerima dan menghargai pendapat orang lain.
Saya
mengutip pendapat Khadziq dalam bukunya Islam dan Budaya Lokal, menurutnya
agama merupakan rangkaian sistem kepercayaan manusia yang berlandaskan kitab
suci, yang melahirkan seperangkat hidup, baik didalam berhubungan dengan Tuhan
dalam bentuk ritual maupun aturan hidup bersama alam semesta, dengan berbagai
sarana dan prasarana yang mereka upayakan. Di dunia ini sangat banyak ragam
agama, baik besar mamupun kecil, atau apa yang sering disebut dengan agama
minoritas. Selanjutnya Islam, Kristen/Katolik, dan Yahudi merupakan tiga agama
besar warga manusia di dunia. Islam sebagai salah satu agama besar di
Indonesia.
Kalau berbicara dalam konteks agama. Agama merupakan
pedoman hidup masyarakat, bukan hanya sebagai sistem kepercayaan kepada Tuhan
atau sistem penyembahan kepada Tuhan, melainkan juga sebagai sistem nilai yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (hubungan vertikal) dan hubungan manusia
dengan manusia (hubungan horizontal) begitu juga yang di ajarkan di agama Islam.
Disini
saya berbicara tentang hubungan kita terhadap sesama manusia (hubungan
horizontal). Pertama kita diajarkan untuk saling memahami. Kita tidak bisa
menganggap bahwa kita selalu benar dan orang selalu salah, kita harus coba
fahami mereka dari berbagai sudut pandang. Kedua kita di ajarakan untuk saling
menghargai, Selanjutnya yang terakhir kita di ajarkan untuk selalu terbuka,
kita harus menerima pedapat dan gagasan orang lain kita tidak boleh menganggap
mereka tidak ada.
Menurut
Syekh Salim bin Hilali toleransi memiliki karekteristik sebagai beriku:
1. Kerelean
hati karena kemulian dan kedermawanan
2. Kelapangan
dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3. Kelemah
lembutan karena kemudahan
4. Muka
yang ceria karena kegembiraan
5. Rendah
diri hadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6. Mudah
dalam behubungan sosial tanpa penipuan dan kelalain
7. Terikat
dan tundduk kepada agama Allah SWT, tanpa ada rasa keberatan.
Selanjutnya,
menurut Salin al-Hilali karekteristik itu sendiri terdiri: (a). Inti Islam,
(b). Seutama iman, (c). puncak tertinggi budi pekerti (akhlak). Penjabaran
tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat
komprehenship dan serba meliputi, baik lahir maupun bathin. Toleransi karena
itu tidak akan tegak jika ia tidak lahir dari dalam hati. Ini berarti toleransi
bukan saja memerlukan kesedian ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga
memerlukan pengorbanan materil maupun spiritual, lahir maupun bathin.
Disinilah, konsep Islam tentang toleransi menjadi dasar bagi umat Islam melakukan
atau menerapkan konsep hablum minan nas yang di topang oleh kaitan spiritual
kokoh dalam hablum minallah.
Persoalannya
adalah kita harus mengakui dan menganggap mereka ada di antara kita, inilah ide
sebuah pluralisme. Tetapi pada kenyataannya adalah kita terlalu egois dan
terlalu menganggap bawa kita paling benar, dan mereka sesat. Jangan terlalu
jauh kita mengambil contoh bahkan sesama kita saja, kita saling klaim
menyesatkan antara syiah dan sunni contohnya, bagaimana kita bisa merayakan
pluralisme jika antar sesama kita saja saling klaim kebenaran.Wa
allahu alam bi al-Shawab.
0 Komentar