Oleh: Wandi
Era
keterbukaan informasi dan canggihnya teknologi saat ini, membawa kita kedalam
dunia maya yang sangat masif, hampir semua aktivitas sehari-hari tidak terlepas
dari yang namanya media eletronik khususnya media sosial.
Di sana kita berinteraksi satu sama
lain, berkenalanan, belajar hal-hal baru, sampai dengan belajar agama pun
sangat mudah dilakukan dengan adanya media sosial. Sebenarnya media sosial
disamping mempunyai dampak positif tentu
tidak sedikt pula dampak negatifnya.
Contohnya, di era
ketebukaan informasi dan perkembangan teknologi ini sering kali kita melihat
isu-siu sara beredar, seperti kebencian terhadap suku, ras identitas bahkan ke
hal yang sakral yaitu isu agama, sering membanjiri dinding media sosial kita,
belum lagi maraknya berita-berita hoax dan ujaran kebencian tadi sebagai akibat
kurang kritisnya kita sebagai pengguna media sosial.
Hoax saat ini
sebagai racun buat generasi Indonesia,
dan harus diberantas secara sesama dengan melakukan kampanye pendidikan
literasi. Selanjutnya, sebagai generasi digital natives atau pemuda
milenial harusnya kita hadir sebagai pencerah dan pencari solusi, agar
bagaimana hoax yang sudah membudaya dan berdarah daging ini harus di stop
sampai ke akarnya.
Mari kita
jadikan media sosial sebagai sarana kampanye pendidikan budaya literasi, atau
kampanye literasi anti hoax. Dengan menggunakan media sosial dengan bijak, mari
kita mengakses dan menyebarkan informasi yang baik, hindari konten-konten yang
berbau hoax dan belum jelas asal informasi tersebut.
Selain itu,
sebaiknya anak-anak dari kecil anak-anak dibimbing dan diawasi jika sedang
mengakses media sosial, mereka dari awal diarahkan agar tidak mengakses
konten-konten yang tidak patut untuk dia lihat dan baca.
Dan juga buat
orang tua harus selalu bijak dan kritis dalam bermedia sosial, selalu cek
kebenaran sebelum menshare berita-berita tersebut. sebenarnya disini peran
pemuda dalam memberantas hoax, pemuda harus giat mengkapanyekan pendidikan
budaya literasi dengan menangkal hoax.
Berdasarkan hasil survey UNESCO (United
National Education Society and Cultural Studies) pada 2012, dan World’s Most
Literatur Nations yang dilakukan Central Connecticut State Unversity, New
Britain, Amerika Serikat, pada Maret 2016 lalu.
Indonesia sangat tertinggal dalam
budaya baca. Hal ini juga telah dikemukakan oleh Asiosasi Pengguna Jasa
Internet Indonesia (APJII). Padahal
dengan menggunakan media internet kita dapat memperoleh sumber bacaan yang
lebih banyak dan beragam.
Bahkan berdasarkan Pengamatan
Buletin Belitong, sebagian besar pengguna Internet hanya membaca judul dari
tiap-tiap artikel yang ada di media massa yang dapat dibuktikan dengan besarnya
kebutuhan bandwith yang digunakan lebih berionrentasi pada informasi grafis.
Pada dasarnya
masyarakat Indonesia memang hanya membaca judul dari setiap artikel yang ada di
media sosial, lalu kemudian mensharenya kemana-mana. Harusnya bukan hanya
sekedar membaca judul saja, tetapi fahami secara keseluruhan.
Berita itu
seharusnya di analisis, dikritisi kemudian dievalusi sehingga informasi yang
kita dapat betul-betul valid kebenarannya. Mari kita jadikan media sosial
sebagai sarana media informasi yang sehat, membawa kesejukan dan kedamaian.
Selain itu,
kampanye pendidikan budaya literasi anti hoax juga harus terus dilakukan,
dengan cara rajin membaca dan mengkritisi jika memang hal yang kita baca itu
bertentangan dengan aturan yang ada. Dengan kampanye literasi anti hoax,
mudah-mudahan pemuda bisa terbebas dari berita hoax yang bisa memecah belah
anak bangsa.
Kampanye
pendidikan budaya literasi anti hoax bisa diterapakan disekolah agar anak-anak
kita lebih bijak dalam bermedia sosial, dari awal mereka diajari tentang
pentingnya membaca sebagai jendela dunia, dan pentingnya mengkritisi dan
bertanya jika ada hal-hal yang tidak baik di media sosial.
Selain kampanye
literasi anti hoax di sekolah, barangkali bisa juga lewat media sosial dan
televisi. Bagaimana pemuda-pemuda millennial agar dituntut agar lebih rajin
membaca dan mengalisis segala bentuk berita-berita yang bertebaran di media
sosial, jangan terlalu muda untuk menshare berita-berita yang belum jelas
asal-usulnya.
Dengan begitu
diharapkan generasi Indonesia agar bisa mempersempit ruang gerak berita hoax
yang beredar di media sosial, agar masyarakat Indonesia lebih cerdas dan
bermartabat.
Wandi, S. Hum,
M A :Pendiri Komunitas Menulis Al-Mujaddid,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, Alumni Pascasarjana UIN
Yogyakarta
0 Komentar